Mengenal Tradisi Makan Jantung di Guguk Merangin, Tradisi Berusia 284 tahun Marga Pembarap

Pariwarajambi.com – Festival makan jantung di Desa Guguk, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, sangat diapresiasi Gubernur Jambi, Al Haris.

Tradisi marga Pembarap yang diselenggarakan setiap lebaran ke dua itu, kini mulai dikenal luas setelah disiarkan dalam bentuk festival makan jantung.

Baca juga: Hadiri Tradisi Makan Jantung di Guguk Merangin, Al Haris: Layak Jadi Festival Provinsi 

Gubernur Jambi, Al Haris beserta istri membuka langsung festival makan jantung yang baru pertama kali diselenggarakan tersebut.

“Ini acara yang cukup religius festival makan jantung setiap tahun dilaksanakan hari lebaran kedua. Ini mengandung nilai sejarah, maka ini layak kita jadikan festival kabupaten, bahkan provinsi,” katanya, Jumat (09/12/2022).

“Ini kedepan jadi festival provinsi, karena masih dalam kawasan geopark. Kades renungkan sejarahnya, ada historis, jadikan panduan. Mudahan ini menjadi semangat kita semua, kita tidak boleh melupakan sejarah,” ujarnya.

Berikut Sejarah Prosesi Adat Makan Jantung

Makan jantung artinya persekutuan seluruh depati-depati dalam Marga Pembarap. Historisnya siapa yang menjadi pemimpin, depati dilantik dengan menyembelih kerbau satu ekor beras seratus gantang, beserta selemak semanisnya dan inilah yang dinamakan makan jantung.

“Di dalam musyawarah depati bertangungjawab untuk mencari kerbau adalah depati malidan dalam marga pembarap. Yang bertanggung untuk mencari selemak semanisnya adalah depati Anom. Setelah kerbau ditambang di tempatnya untuk menyembelihnya mako dipanggil pengawai syara’ orang yang menentukan sah dengan batal, haram dengan makruhnyo,” kata Kades Guguk, M Hijazi.

Usai disembelih, lalu daging kerbau tersebut dicincang dan dibagi kepada setiap rumah warga dan wajib mengambil daging tersebut.

“Kareno adat sama dipakai lembago samo dituang dalam negeri kito. Sanksi hukum kalau tidak dibayar, wajib pemimpin mengambil barang dirumah itu, seharga daging yang diberi tersebut. Kalau tidak ada barang, maka diberi waktu tenggangnyo 2 Minggu untuk membayarnyo,” ujar Hijazi.

“Kalau jugo tidak dibayar dalam tempo itu maka pemimpin akan mengambil keputusan , pertamo runding kecil runding gedang tidak diindahkan nenek mamak, kedua dihutang dengan ayam satu ekor beras satu gantang selemak semanisnya,”

Selanjutnya pelaksanaan masak jantung juga diatur adat, diambil dari nama duo silo dari anak betino Depati mangku Yudo, dari anak betino Depati mangku Rajo, dan dari anak betino Depati malindan.

“Yang masak nasi kunyit dinamokan nasi Pusako, nasi Punjung dinamokan nasi nenek mamak, diambil dari anak betino Depati malindan dibantu anak betino sanggarahan. Yang masak daging gulai dilaksanakan anak betino Depati Anom, dibantu anak betino Depati mangku rajo dan dibantu anak betino Sanggarahan,”

Setelah masak gulai, dan jantung, serta nasi kunyit dimasukkan dalam pinggan (piring), dan disajikan anak betino Depati mangku rajo kedalam pinggan, beserta jantungya yang sudah dibagi-bagi.

“Makan itu dimakan oleh nenek mamak bersamo-samo yang melambangkan jantung itu bulat, menurut adat bulat aik dipembuluh, bulat kato dek mufakat diantaro Depati dalam marga pembarap. Dapat samo Malabo, hilang samo merugi, hati gajah samo di lapah, hari tungau samo dicecah, nan Idak samo dicari, nan ado samo dimakan,”

Dikatakan Hijazi tujuan makan jantung adalah untuk memperkuat persekutuan silaturahmi depati-depati dalam marga pembarap dengan masyarakat.

“Ini dilaksnan hari Rayo kedua, dan sudah syukuran makan-makan, depati-depati, orang tuo, cerdik pandai, alim ulama, berbincang-bincang tentang kemajuan masyarakat seperti berladang dan berumo. Juga dilakukan berunding dan membasah sanksi-sanksi adat, bagi yang melanggar adat,” sebutnya.(*)

Komentar