Publikasi Harus Sesuai Konteks, Bank Daerah Wajib Jaga Kerahasian Dana CSR

Pariwarajambi.com – Keputusan bank-bank daerah untuk tidak terlalu membuka secara detail informasi penerima dan besaran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dinilai sebagai langkah yang benar dan sesuai dengan prinsip hukum perbankan nasional. Sikap ini menunjukkan komitmen lembaga keuangan daerah terhadap asas kehati-hatian dan perlindungan data yang menjadi fondasi sistem perbankan.

Menurut pengamat perbankan Friska, S.E., M.M., yang juga tutor / dosen Universitas Terbuka, kerahasiaan informasi CSR bukan bentuk ketertutupan, melainkan bagian dari kewajiban hukum dan tata kelola yang sehat.

“Bank tidak boleh sembarangan membuka data penerima atau nominal CSR. Ini menyangkut kerahasiaan hubungan hukum dan keuangan korporasi yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan serta ketentuan OJK. Pelanggaran terhadap asas kerahasiaan dapat berimplikasi hukum,” tegas Friska.

Ia menjelaskan, dana CSR meskipun bersifat sosial, tetap bersumber dari laba perusahaan yang telah melalui proses audit dan persetujuan pemegang saham. Karena itu, semua bentuk pelaporan CSR harus mengikuti mekanisme resmi, bukan tekanan publik atau kepentingan pihak tertentu.

“Transparansi bukan berarti membuka semua data ke publik. Transparansi dalam perbankan adalah memastikan setiap kegiatan —termasuk CSR— dapat dipertanggungjawabkan secara legal, akuntabel, dan diawasi otoritas. Itu yang penting,” tambahnya.

Friska juga menyoroti potensi risiko jika data CSR dibuka secara bebas. Publikasi tanpa konteks dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik, membangun citra kelompok tertentu, bahkan menimbulkan ketegangan sosial di daerah.

“Kita harus paham, CSR bank daerah sering kali menyentuh sektor sensitif — pendidikan, sosial, keagamaan, hingga bantuan usaha kecil. Jika data penerima diumbar, bisa muncul kecemburuan sosial atau tuduhan keberpihakan. Ini berbahaya bagi reputasi bank,” ujarnya.

Lebih jauh, Friska menilai bahwa langkah bank daerah menjaga kerahasiaan CSR justru memperkuat kepercayaan publik. Dengan menempatkan akuntabilitas melalui laporan tahunan, audit independen, dan pengawasan OJK, bank tetap transparan tanpa mengorbankan etika dan keamanan data.

“Yang perlu dipastikan adalah CSR disalurkan sesuai rencana dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat, bukan siapa yang menerima atau berapa besar nilainya. Itulah substansi tanggung jawab sosial perbankan,” tutup Friska Artaria.

Langkah bank daerah ini, menurut para pengamat, menjadi cerminan profesionalisme perbankan yang menjunjung prinsip kehati-hatian (prudential banking), menjaga integritas korporasi, sekaligus melindungi stabilitas sosial di tingkat lokal.(*)