Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak |
Pariwarajambi.com – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengajak bank negara berkalaborasi dalam pencegahan penyelahgunaan kewenangan atau Fraud demi terwujudnya Good Corporate Governace.
Ini disampaikan Leonard Eben Ezer Simanjuntak pada Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri (Persero), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) yang diselenggarakan di Press Room Kejaksaan Agung, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Kegiatan Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara ini juga dihadiri dan dibuka langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, Dr. Sunarta, Kamis (16/09/2021).
Dikutip dari siaran pers Kapuspenkum Kejaksaan RI nomor PR-710/069/K.3/09/2021, Leonard menyampaikan menyampaikan Bank sebagai lembaga keuangan melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sebagai tempat perputaran uang, Bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan atau fraud, baik oleh pihak Bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan Bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.
Dalam Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud bagi Bank Umum, disebutkan bahwa Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas lembaga keuangan termasuk Bank-pun telah melakukan evaluasi sekaligus memperketat aturan di perbankan agar ruang terjadinya fraud semakin sempit,” kata Leonard.
“Sesuai ketentuan mengenai manajemen risiko, Bank diwajibkan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengelola risiko, termasuk adanya sistem pengendalian intern terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank,” tambahnya lagi.
Selanjutnya Leonard menyampaikan, pengaturan mengenai pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak tahun 2011, dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud.
Melalui POJK 39/2019 tersebut, regulator mewajibkan Bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif. Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud paling sedikit memuat 4 pilar, yaitu: 1) Pencegahan; 2) Deteksi; 3) Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi; dan 4) Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut.
Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-Fraud, baik oleh Bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi.
Pada bulan Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan, dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.
Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, Mantan Dirut. Bank BTN, Maryono ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak 2 (dua) kali yaitu sejumlah Rp 2,257 miliar dan Rp 870 juta yang ditransfer ke menantunya. Ini artinya peristiwa Fraud bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja baik itu pegawai pada lini depan (Teller, CS, Loan Service), Kepala Cabang, sampai ke jajaran Direksi.
“Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di Bank Milik Negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan Negara. Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya. Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak,” katanya.
Leonard juga menyampaikan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan (khususnya Bank Milik Negara) mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.
Melihat kondisi awal tersebut, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, selaku Kapus Penkum Kejaksaan menyampaikan, perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara Aparat Penegak Hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara dalam jangka pendek serta dapat menggandeng OJK jangka menengah.
“Dan diharapkan jangka panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya,” ujarnya.
Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat untuk memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara khususnya dalam pilar pencegahan, penguatan early warning system (sistem peringatan dini) yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif.
“Serta terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan Fraud di Bank Milik Negara yang holistik, akurat & sistematis dalam penyelamatan aset & kekayaan negara, serta mewujudkan Good Coporate Governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud,” ucapnya.
Hal ini disambut baik pihak bank milik negara, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Agus Dwi Handaya mengatakan, kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem Aparat Penegak Hukum menjadi momentum karena pihaknya sangat terbantu sekali sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani, dan meminta adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Bob Tyasika Ananta, inovasi yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, sangat bagus dan siap mendukung penuh untuk hal tersebut, dan pihaknya sangat terbantu dengan adanya ide tersebut serta meminta penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk dikembangkan ke area-area yang memungkinkan terjadinya fraud.
Kemudian Direktur Compliance and Legal PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., Eko Waluyo menyampaikan ide yang disampaikan sangat bagus dan pihaknya merasa sangat antusias untuk mengimplementasikan ide tersebut karena berkaitan dengan masalah yang sering terjadi di perbankan serta perlu adanya pertukaran informasi yang komprehensif yang dapat diakses.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan, pihaknya mengapresiasi ide yang digagas oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung untuk berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum dalam rangka pencegahan fraud di perbankan, dan oleh karenanya perlu adanya pemetaan stakehoders yaitu reaktif dan proaktif serta mengubah cara pencegahan kejahatan digital tidak lagi menggunakan metode konvensional.(*)
Redaksi – Editor : Riky Serampas
Komentar